Menjadi
guru PAUD adalah pilihan Siti Ruliyah, BMI Purna Hong Kong setelah ia memutuskan untuk mengakhiri masa
kerjanya. Saat ini Siti Ruliyah tinggal
bersama keluarga tercinta di Dukuh Sundang Kauman, RT 2/ RW 2, Desa Gelanglor,
Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo- Jawa Timur. Ia sudah menikah dan
dikarunia 1 anak laki- laki , Muhammad
Faishal Muttaqin yang saat ini sedang
menjalani pendidikannya di Pesantren Al Islam Joresan kelas 2 MTS.
Siti
Ruliyah merasa sedih karena ia tidak
bisa memungkiri, selama 4 tahun bekerja
di Arab Saudi dan 4 tahun di Hong Kong menjaga anak majikan dan mengajari mereka belajar, padahal betapa anak- anak Indonesia ( anak BMI) termasuk anaknya
sendiri memerlukan figur orang tua sekaligus guru di masa usia golden age (
PAUD) itu.
Ketika anak-anak di luar negeri (baca : anak
majikan) menjadi pintar karena BMI, sedang anak-anak kita ( anak BMI yang
ditinggal bekerja ) tidak ada yang mengajari selain belajar di sekolah. Sehingga
ia ingin sekali jika pulang bisa berinteraksi dan mengajari anak- anak, seperti ia mengajari anak- anak majikan di
luar negeri. Inilah yang menjadi keprihatinannya. Dari keprihatinan
ini, timbullah keinginan, tepatnya impian menjadi guru PAUD.
Kenapa
Siti Ruliyah memutuskan menjadi BMI? Ia ingin punya rumah sendiri dan punya modal
usaha. Kehidupan sebagai BMI dimulai sejak 2005-2009. Negara tujuan pertamanya adalah
Arab Saudi. Di negara tersebut aturan untuk pekerjanya sangat ketat. Beruntung
ia mendapat majikan yang baik, hingga ia
betah bekerja selama 2 kali kontrak. Selanjutnya ia beralih ke Hong Kong .
Namun
sayang, di akhir 2010 Siti Ruliyah mengalami permasalahan dengan majikan, karena
tidak boleh menjalankan salat, digaji under dan disuruh makan yang
bagi agamanya tidak boleh dimakan ( baca
: haram), akhirnya ia hanya bertahan 5
bulan saja lalu pindah ke majikan lain. Di sini ia bekerja hingga 4 tahun
lamanya. Di majikan keduanya ini, ia
mendapatkan hak libur dan kesempatan ini digunakannya untuk ikut berorganisasi.
Ia memilih organisasi yang sifatnya sosial dan religi. Di organisasi inilah, ia
mendapatkan banyak pengalaman yang ia gunakan sebagai salah satu bekal untuk pulang ke Tanah Air.
Siti
Ruliyah tertarik dengan sebuah lembaga
nirlaba yang ada di Hong Kong, yaitu Dompet Dhuafa (DD). Ketertarikan itu
bermula ketika DD mengadakan pelatihan
relawan siaga bencana ( Disaster Managemen Center). Di situ ia mendapatkan pengalaman bagaimana membantu
orang saat terjadi bencana. Kemudian ia
mengikuti pelatihan wirausaha yang diadakan lembaga itu juga, dengan Bob Sadino
sebagai nara sumber, dan ia yang
ditunjuk menjadi ketua panitianya.
Sejak
itu, Siti Ruliyah aktif menangani salah satu divisi yang ada di DD, yaitu Ulil
Albab. Mempelajari hal-hal keagamaan
bersama ustaz/ustazah. Selanjutnya beralih menangani DD Travel yang
memberangkat jamaah umroh selama 2 periode. Selain umroh, ia juga menangani
kegiatan wisata ke China. Tak cukup puas, ia pun pindah ke Divisi Volunteer,
karena ia ingin menambah ilmu, pengalaman dan memperluas wawasan.
Di
Divisi Volunteer inilah pernah diadakan
pelatihan pendidikan anak usia dini, managemen
PAUD dan TPQ. Di sini hatinya klik.
Ingin mewujudkan dan sesampainya di
Indonesia, ada peluang mengelola anak-anak untuk persiapan Sekolah Dasar.
Akhirnya ia mengajukan ijin operasional ke Dinas Pendidikan. Karena tanah yang
ada di tempat itu milik desa, maka nama tempat pendidikan itu dinamakan TK PKK yang pengelolaannya
diamanahkan kepadanya.
Selain
itu Siti Ruliyah didaulat menjadi kader
PKK dan kader posyandu serta menjadi
pengelola Mandrasah Diniyah di desanya. Dari
sini ia mendapat kepercayaan menjadi wakil perempuan di BPD Gelangsor.
Alasan
Ruli pulang ke Tanah Air karena ia ingin
berkarya di negeri sendiri dan dekat dengan keluarga terwujud sudah. Sebelum
pulang, ia benar-benar mempersiapkan diri dengan mengikuti beberapa pelatihan,
di antaranya pelatihan wirausaha,
pelatihan managemen pendidikan anak usia dini ( PAUD) dan TPA, pelatihan managemen
berorganisasi, pelatihan relawan dan
pendidikan keagamaan seperti tersebut di atas.
Kembali
ke Tanah Air dan meninggalkan kemegahan kota metropolitan seperti Hong Kong,
akan membuat seorang BMI stres, meskipun
ia kembali ke kampung halamannya sendiri. Frase ini akan dialami oleh semua
BMI. Ada yang berhasil melaluinya tapi ada juga yang gagal. BMI harus benar-benar mau beradaptasi dari nol. Tak
jarang BMI mengalami kebingungan di masa ini.
Lalu
apa yang dilakukan Siti Ruliyah di awal menjalani kehidupan di kampungnya? Ia
melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan ilmu yang didapat dari Hongkong. Baginya,
ini merupakan bentuk sebuah usaha yang harus dijalani dengan penuh semangat dan
telaten. Yang disebut membangun usaha,
bukan saja sesuatu tindakan yang menghasilkan barang, tetapi melakukan sesuatu
untuk pemberdayaan merupakan usaha juga.
Siti Ruliyah beradaptasi dengan aktif di kegiatan kemasyarakatan, sehingga
serasa di luar negeri karena bisa berbagi pengalaman.
Kedisiplinan
dan kebersihan tetap ia terapkan, sehingga disitulah orang- orang sekitar menganggapnya mempunyai nilai
lebih, dan akhirnya mempercayakan kepadanya untuk memegang peranan penting di masyarakat, misalnya
sebagai kader posyandu, BPD (Badan Permusyawarahan Desa), Fatayat dan lainnya.
Pengalaman
telah melalui serangkaian tahapan/proses
di Tanah Air, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, dari Siti
Ruliyah cukup menarik untuk kita simak bukan? Baik bagi BMI yang masih
bekerja di luar negeri maupun yang sudah pulang ke Tanah Air tapi masih
bingung/belum menemukan sesuatu yang sreg
untuk dilakukan. Meskipun ketika di Hong Kong sudah mempelajari banyak hal,
mengikuti banyak kegiatan, belum tentu sekembalinya ke Tanah Air BMI tersebut bisa langsung action.
Oleh
sebab itu, Siti Ruliyah berpesan,
terutama kepada teman-teman sesama BMI yang masih di luar negeri, selagi ada kesempatan belajar , belajarlah sebagai bekal pulang, selain keuangan. Baginya,
bekerja di luar negeri sebagai BMI adalah
pengalaman yang luar biasa. Bukan
sesuatu yang menghinakan seperti anggapan banyak orang.
Siti Ruliyah yang lahir di Jambi, 5 Oktober 1984
ini, berangkat ke Hong Kong akhir 2010 dan pulang akhir 2013. Ia memilih bekerja ke
Hong Kong karena negara ini bebas, sehingga
ia bisa bebas berekpresi dan belajar banyak dari masyarakat Hong Kong serta WNI yang tinggal di sana. Sedangkan di
Arab Saudi, ia hanya bisa belajar tentang kedisplinan dari majikan saja, karena
di negara itu sangat tertutup. Ia bukan
mencari tempat kerja yang bisa membuatnya bebas berbuat sesuka hati sampai keblinger,
tetapi yang dicarinya adalah kebebasan untuk belajar sesuatu yang belum ia
ketahui.
Sikap
Siti Ruliyah inilah yang membawanya bisa mewujudkan apa yang diinginkannya
selepas menjadi BMI. Sama seperti ketika di majikan pertama, dimana ia mendapat
perlakuan tidak adil, tepatnya dipaksa mengikuti aturan majikan. Ia pun menyingkapinya dengan tegas, yaitu
memilih pindah. Biarpun ia harus membeli sendiri makanan dari sisa potongan gaji yang ada, hal itu ditempuhnya sebagai konsekuensi dari
sebuah keputusan. * Dimuat koran Berita Indonesia *