Sabtu, 27 Januari 2018

PROFIL PURNA BMI

 Menjadi guru PAUD adalah pilihan Siti Ruliyah, BMI Purna Hong Kong  setelah  ia memutuskan untuk mengakhiri masa kerjanya.  Saat ini Siti Ruliyah tinggal bersama keluarga tercinta  di  Dukuh Sundang Kauman, RT 2/ RW 2, Desa Gelanglor, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo- Jawa Timur. Ia sudah menikah dan dikarunia  1 anak laki- laki , Muhammad Faishal Muttaqin  yang saat ini sedang menjalani pendidikannya di Pesantren Al Islam Joresan kelas 2 MTS.

Siti Ruliyah merasa  sedih karena ia tidak bisa memungkiri, selama  4 tahun bekerja di Arab Saudi dan 4 tahun di Hong Kong menjaga anak majikan dan mengajari  mereka belajar, padahal betapa anak- anak Indonesia ( anak BMI) termasuk anaknya sendiri memerlukan figur orang tua sekaligus guru di masa usia golden age ( PAUD) itu.  

Ketika  anak-anak di luar negeri (baca : anak majikan) menjadi pintar karena BMI, sedang anak-anak kita ( anak BMI yang ditinggal bekerja ) tidak ada yang mengajari selain belajar di sekolah. Sehingga ia ingin sekali jika pulang bisa berinteraksi dan mengajari anak- anak,  seperti ia mengajari anak- anak majikan di luar negeri. Inilah yang  menjadi keprihatinannya. Dari keprihatinan ini, timbullah keinginan, tepatnya impian menjadi guru PAUD.

Kenapa Siti  Ruliyah  memutuskan menjadi BMI?  Ia ingin punya rumah sendiri dan punya modal usaha. Kehidupan sebagai BMI dimulai sejak  2005-2009. Negara tujuan pertamanya adalah Arab Saudi. Di negara tersebut aturan untuk pekerjanya sangat ketat. Beruntung ia  mendapat majikan yang baik, hingga ia betah bekerja selama 2 kali kontrak. Selanjutnya  ia beralih ke Hong Kong .

Namun sayang, di akhir 2010  Siti Ruliyah  mengalami permasalahan dengan majikan, karena tidak boleh  menjalankan  salat, digaji under dan disuruh makan yang bagi agamanya  tidak boleh dimakan ( baca : haram), akhirnya  ia hanya bertahan 5 bulan saja lalu pindah ke majikan lain. Di sini ia bekerja hingga 4 tahun lamanya.  Di majikan keduanya ini, ia mendapatkan hak libur dan kesempatan ini digunakannya untuk ikut berorganisasi. Ia memilih organisasi yang sifatnya sosial dan religi. Di organisasi inilah, ia mendapatkan banyak pengalaman yang ia gunakan sebagai salah satu bekal untuk  pulang ke Tanah Air.

Siti Ruliyah tertarik  dengan sebuah lembaga nirlaba yang ada di Hong Kong, yaitu Dompet Dhuafa (DD). Ketertarikan itu bermula ketika  DD mengadakan pelatihan relawan siaga bencana ( Disaster Managemen Center). Di situ ia  mendapatkan pengalaman bagaimana membantu orang saat terjadi bencana. Kemudian  ia mengikuti pelatihan wirausaha yang diadakan lembaga itu juga, dengan Bob Sadino sebagai nara sumber, dan ia yang  ditunjuk menjadi ketua panitianya.

Sejak itu, Siti Ruliyah aktif menangani salah satu divisi yang ada di DD, yaitu Ulil Albab. Mempelajari hal-hal keagamaan  bersama ustaz/ustazah. Selanjutnya beralih menangani DD Travel yang memberangkat jamaah umroh selama 2 periode. Selain umroh, ia juga menangani kegiatan wisata ke China. Tak cukup puas, ia pun pindah ke Divisi Volunteer, karena ia ingin menambah ilmu, pengalaman dan memperluas wawasan.

Di Divisi Volunteer inilah pernah  diadakan pelatihan pendidikan anak usia dini, managemen  PAUD dan TPQ. Di sini hatinya klik. Ingin mewujudkan  dan sesampainya di Indonesia,  ada peluang mengelola  anak-anak untuk persiapan Sekolah Dasar. Akhirnya ia mengajukan ijin operasional ke Dinas Pendidikan. Karena tanah yang ada di tempat itu milik desa, maka nama tempat pendidikan  itu dinamakan TK PKK yang pengelolaannya diamanahkan kepadanya.

Selain itu Siti Ruliyah didaulat  menjadi kader PKK dan kader posyandu  serta menjadi pengelola Mandrasah Diniyah di desanya. Dari sini ia mendapat kepercayaan menjadi wakil perempuan di BPD Gelangsor.

Alasan Ruli pulang ke Tanah Air  karena ia ingin berkarya di negeri sendiri dan dekat dengan keluarga terwujud sudah. Sebelum pulang, ia benar-benar mempersiapkan diri dengan mengikuti beberapa pelatihan, di antaranya  pelatihan wirausaha, pelatihan managemen pendidikan anak usia dini  ( PAUD) dan TPA, pelatihan managemen berorganisasi,  pelatihan relawan dan pendidikan keagamaan seperti tersebut di atas.
Kembali ke Tanah Air dan meninggalkan kemegahan kota metropolitan seperti Hong Kong, akan membuat seorang BMI stres,  meskipun ia kembali ke kampung halamannya sendiri. Frase ini akan dialami oleh semua BMI. Ada yang berhasil melaluinya tapi ada juga yang gagal. BMI harus  benar-benar mau beradaptasi dari nol. Tak jarang BMI mengalami kebingungan di masa ini.

Lalu apa yang dilakukan Siti Ruliyah di awal menjalani kehidupan di kampungnya?  Ia  melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan  sesuai dengan  ilmu yang didapat dari  Hongkong. Baginya, ini merupakan bentuk sebuah usaha yang harus dijalani dengan penuh semangat dan telaten.  Yang disebut membangun usaha, bukan saja sesuatu tindakan yang menghasilkan barang, tetapi melakukan sesuatu untuk pemberdayaan  merupakan usaha juga. Siti Ruliyah beradaptasi dengan aktif di kegiatan kemasyarakatan, sehingga serasa di luar negeri karena bisa berbagi pengalaman

Kedisiplinan dan kebersihan tetap ia terapkan, sehingga disitulah orang- orang sekitar  menganggapnya mempunyai nilai lebih, dan akhirnya mempercayakan kepadanya  untuk memegang peranan penting di masyarakat, misalnya sebagai kader posyandu, BPD (Badan Permusyawarahan Desa), Fatayat dan lainnya.
Pengalaman telah melalui serangkaian tahapan/proses  di Tanah Air, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, dari Siti Ruliyah  cukup menarik untuk  kita simak bukan? Baik bagi BMI yang masih bekerja di luar negeri maupun yang sudah pulang ke Tanah Air tapi masih bingung/belum menemukan sesuatu yang sreg untuk dilakukan. Meskipun ketika di Hong Kong sudah mempelajari banyak hal, mengikuti banyak kegiatan, belum tentu sekembalinya ke Tanah Air  BMI tersebut  bisa langsung action.

Oleh sebab itu, Siti Ruliyah  berpesan, terutama kepada teman-teman sesama BMI yang masih di luar negeri,  selagi ada kesempatan belajar , belajarlah  sebagai bekal pulang, selain keuangan. Baginya, bekerja di luar negeri  sebagai BMI adalah pengalaman yang luar biasa.  Bukan sesuatu yang menghinakan seperti anggapan banyak orang.

Siti  Ruliyah yang lahir di Jambi, 5 Oktober 1984 ini,  berangkat  ke Hong Kong akhir 2010  dan pulang akhir 2013. Ia memilih bekerja ke Hong Kong karena negara  ini bebas, sehingga ia bisa bebas  berekpresi dan belajar banyak dari masyarakat Hong Kong  serta WNI yang tinggal di sana. Sedangkan di Arab Saudi, ia hanya bisa belajar tentang kedisplinan dari majikan saja, karena di negara itu sangat tertutup. Ia bukan mencari tempat kerja yang  bisa  membuatnya  bebas berbuat sesuka hati sampai keblinger, tetapi yang dicarinya adalah kebebasan untuk belajar sesuatu yang belum ia ketahui. 


Sikap Siti Ruliyah inilah yang membawanya bisa mewujudkan apa yang diinginkannya selepas menjadi BMI. Sama seperti ketika di majikan pertama, dimana ia mendapat perlakuan tidak adil, tepatnya dipaksa mengikuti aturan majikan.  Ia pun menyingkapinya dengan tegas, yaitu memilih pindah. Biarpun ia harus membeli sendiri  makanan dari sisa potongan gaji yang ada, hal  itu ditempuhnya sebagai konsekuensi dari sebuah keputusan. * Dimuat koran Berita Indonesia *

Sabtu, 04 November 2017

Polemik BPJS Untuk TKI

Berbagai reaksi bermunculan saat saya bertanya kepada teman-teman BMI  di Hong Kong tentang kabar diberlakukannya BPJS bagi  mereka.  Berbagai komentar bermunculan di sana. Ada yang menolak, tapi ada juga yang ingin melihat perkembangannya dulu seperti apa baru berpendapat.
“ Useless, kakean polah..!” beberapa komentar teman-teman yang singgah di beranda saya.
Apakah BPJS ini ada manfaatnya buat BMI atau justru sebaliknya, hanya sebuah akal-akalan untuk mengeruk uang BMI ya?
Dari banyaknya pendapat, saya menyimpulkan bahwa keberatan BMI dengan diberlakukannya BPJS ini karena keberadaan mereka di Hong Kong sudah dicover oleh asuransi yang dibeli oleh setiap majikan. Asuransi yang masa berlakunya 2 tahun ini akan digunakan oleh BMI ketika mereka mengalami sakit. Mereka menggunakan asuransi itu lalu majikan bisa mengklaimnya dengan menyertakan kwitansi yang diberikan oleh dokter. Jadi BMI tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya pengobatan.
Sedang  BPJS yang ada dalam benak teman-teman BMI saat ini, adalah asuransi yang dibayar oleh mereka sendiri. Yang artinya mereka harus menambah pengeluaran tiap bulannya, apalagi peraturan BPJS harus menyertakan seluruh anggota keluarga yang ada dalam daftar Kartu Keluarga (KK).
Contonya, bila dalam satu keluarga ada 5 orang, maka kelima orang tersebut harus didaftarkan ikut BPJS. Dengan keikutsertaan mereka dalam BPJS ada kewajiban membayar setiap bulan. Jumlah yang harus dibayarkan bergantung kelas yang diikuti  karena ada tiga kelas pilihan.
Kelas I membayar Rp. 80.000 , kelas II membayar Rp. 51.000, dan kelas III membayar Rp. 25.500 . Besarnya nilai tersebut tinggal mengkalikan jumlah anggota keluarga dalam KK.  Artinya yang mau daftar BPJS harus melihat kondisi kemampuan finasial. Pembayaran ini sifatnya wajib!
Di sisi lain banyak BMI yang sudah ada di Tanah Air, menyampaikan manfaat keikutsertaannya dengan adanya BPJS. Apapun kendala kesehatan mereka, intinya ada di masalah nilai uang yang harus dikeluarkan yang jumlahnya bisa sampai puluan juta. Misal mengalami kecelakaan, melahirkan, menderita sakit yang sudah akut, dlsb. Dengan adanya BPJS mereka tidak perlu repot-repot lagi mengeluarkan uang dalam satu waktu. Cukup mengikuti prosedur dari rumah sakit tersebut dengan data keanggotaan BPJSnya.
Beda dengan yang tidak punya BPJS, ketika mereka mengalami musibah sakit dan harus dirawat intensif di rumah sakit, tak pelak lagi harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak. Yang  jadi permasalahannya adalah ketika mereka tidak punya uang sejumlah yang diperlukan. Bisa jadi, mereka akan kebingungan, mencari pinjaman, menjual harta benda, dll.
Dalam BPJS tidak ada perbedaan saat  mereka sedang rawat jalan, yang membedakan adalah ketika melakukan rawat inap. Pelayanan perawatan disesuaikan dengan kelas yang diambil.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang ikut BPJS tapi tidak memerlukan perawatan medis? Dari berbagai artikel yang saya baca, uang yang mereka bayarkan setiap bulannya akan hangus : Tidak bisa diklaim!
Karena fakta ini, ada beberapa pendapat tentang BPJS ini. Ada yang mengatakan bahwa ikut BPJS ibarat orang yang lagi ikut arisan. Ketika mereka sakit dan membutuhkan perawatan medis, maka mereka tidak bingung dengan biayanya, meskipun terkadang mereka masih harus mengeluarkan biaya tambahan. Misal mereka membutuhkan obat yang ternyata tidak disediakan oleh BPJS, maka mereka harus beli sendiri.
Kartu BPJS sudah bisa dipakai, terlepas mereka sudah lama daftar keanggotaan maupun masih baru daftar. Dengan bergotong royong semua tertolong, mungkin itu jargon  yang tepat untuk menggambarkan perputaran dana BPJS.
Pendapat lainnya mengatakan, bahwa ikut BPJS ibarat sedekah. Maksudnya sedekah di sini, karena  uang tersebut tidak bisa diklaim. Uang  akan diputar untuk biaya pengobatan peserta BPJS lain tentunya. Mayoritas alasan orang ikut BPJS adalah karena mereka ingin berjaga-jaga tentang biaya perawatan/pengobatan, bila sewaktu-waktu  sakit.  Meskipun sebenarnya mereka mengharapkan sehat. Saya rasa tidak  ada seorang pun yang ingin sakit.
Tapi ada juga peserta BPJS yang tidak menggunakan kartu keanggotaannya ketika berobat. Alasannya macam-macam. Ada yang bilang kualitas obat yang diberikan tidak seperti bila berobat ke dokter umum/pribadi.
Dari dua hal tersebut di atas, kita bisa melihat dua sisi yang bisa diperhitungkan, yaitu menguntungkan dan merugikan.  Perihal untung dan rugi ini, tentunya kembali kepada masing-masing individu.
Lalu bagaimana dengan BPJS yang sedang menimbulkan polemik  di kalangan BMI  Hong Kong saat ini?  BPJS yang tiba-tiba diluncurkan pada tanggal 30 Juli 2017 di kantor bupati Tulung Agung, Jawa Timur,  lalu menyebar beritanya diberbagai media online termasuk ke Hong Kong. Kabar yang saya dengar, peluncuran BPJS ini dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri dan  para pejabat lainnya.
Apakah BPJS yang kabarnya diwajibkan bagi BMI ini sama dengan BPJS yang  ada di Indonesia   ya ? Karena jumlah uang yang harus dibayarkan setiap bulannya  lebih banyak, yaitu Rp. 370.000.
Rasa penasaran membuat saya bertanya kepada beberapa teman yang ikut langsung dalam pertemuan  BPJS ini.  Baik saat peluncuran maupun ketika disosialisasikan. Informasi yang saya dapat dari mereka belum memuaskan hati saya. Akhirnya saya pun membuka berbagai situs media online untuk mencari tahu apa dan bagaimana BPJS ini.
Ternyata, BPJS ini diberlakukan /diwajibkan untuk  calon BMI yang ada di penampungan (PJTKI) per 1 Agustus 2017,  yang akan diuruskan oleh PJTKI itu sendiri.  Sedang untuk  BMI yang  ada di luar negeri masih belum diwajibkan kecuali yang akan menandatangani kotrak baru. Bagaimana cara pembayarannya? Kabar yang saya dengar melalui online.
Apa saja yang ditawarkan dalam BPJS ini ? Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Manfaat lainnya adalah dapat beasiswa sampai sarjana/pelatihan kerja untuk anak calon BMI atau BMI yang meninggal karena kecelakaan kerja. Kemudian ahli warisnya berhak mendapat  uang sebesar Rp. 85.000.000. Tetapi untuk mengklaim uang asuransi itu, harus melalui penyelidikan dulu .
Selain JKK dan JKm  masih ada lagi, yaitu jaminan hari tua. Kalau JKK dan JKm BMI diwajibkan ikut, tetapi untuk jaminan hari tua  tidak diwajibkan. Kabarnya  kartu keanggotaan BPJS bisa digunakan untuk kredit rumah juga.
Tetapi permasalahannya, BPJS ini justru tidak meng-cover bila ada BMI bermasalah dipulangkan. Hal ini disampaikan oleh teman saya yang mengikuti sosialisasi BPJS di RM. SFA Karanganyar  –Jateng (14/8/2017)lalu. “BPJS hanya meng-cover BMI yang sakit karena kecelakaan kerja, cacat karena kecelakaan, serta kematian saat kerja.BMI yang di PHK tidak tercover sementara ini”, katanya.
Sedang teman saya yang hadir saat peluncuran BPJS di Tulung Agung, menyampaikan kalau  BPJS ini kurang jelas. Item yang dicover konsorsium asuransi (ada 13 poin)tidak semuanya dicover BPJS (hanya 7 poin) itu yang pertama. Yang kedua mengenai mekanisme transformasinya sendiri, ternyata tidak ada kejelasan peserta konsorsium asuransi keanggotaan juga transformasi otomatis. Kelihatannya kendala terberat  di sistem database yang carut marut.

Untuk melengkapi informasi BPJS untuk BMI ini, saya telah melayangkan beberapa pertanyaan kepada pihak terkait, di antaranya : teknis pembayarannya, kalau BMI diterminate apa masih harus bayar, untuk mengklaim dana asuransi membutuhkan waktu berapa lama dan apa saja yang dibutuhkan, apakah akan dibentuk perwakilan di setiap negara penempatan untuk memudahkan para BMI mengklaim dana asuransi, dan kenapa BMI yang bermasalah lalu dipulangkan tidak bisa dicover? Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak direspon. 

PROFIL BMI PURNA ASAL BANYUMAS JAWA TENGAH

Sebelum menjadi BMI Sujinah  menjadi ibu  rumah tangga biasa, tapi ia orangnya sejak dulu tidak  suka diam/menganggur. Segala macam usaha sudah dicobanya, dari jualan tempe buntel, bikin sale, kripik pisang, tape ketan, jualan rujak, jualan pakaian  dengan sistim kredit, dan terakhir sebelum ke luar negeri  ia menjadi guru TK. Inilah awal kisah Sujinah, BMI Purna asal Desa Besuki Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas, sebelum merantau ke Hong Kong.



Karena anaknya  semakin besar dan membutuhkan biaya untuk sekolah  dan keperluan lainnya, akhirnya ia memutuskan ke luar negeri dengan tujuan Hong Kong. Selama beberapa tahun, Sujinah menggeluti pekerjaannya sebagai BMI sampai anaknya lulus sarjana lalu menikah. Ia pun memutuskan untuk tidak kembali  ke luar negeri.




Selama 3 tahun bekerja di Hong Kong, Sujinah mengatakan bahwa dirinya belum memiliki pengalaman banyak tentang kehidupan di negara ini. Saat itu ia tinggal di daerah Taipo dengan job menjaga orang idiot.  Ia jarang libur, sesekali libur  cuma pergi  ke toko dan membeli buku buat menghilangkan rasa jenuh di tempat kerja, karena  tiap hari cuma duduk-duduk saja. Lama-lama  buku yang dibelinya  jadi banyak.
Setelah kerja di Taipo, Sujinah memutuskan untuk ganti majikan. Ia pindah ke Yuen Long. Di majikan yang baru ini, ia menyepakati  perjanjian kerja  2 kali libur di hari Minggu dan 2 kali libur di hari Sabtu. Karena  mulai banyak kenal teman yang berorganisasi, ia sering minta ijin libur hari Minggu untuk ikut acara pengajian, dll.

Lama-lama sang majikan  bosan  karena Sujinah selalu minta ijin libur hari Minggu, mereka pun menyerah dengan keinginan tersebut. Sujinah libur membawa buku untuk dipinjamkan kepada teman-teman sesama BMI. Dari sinilah tercipta ide membuka perpustakaan   lesehan yang berlokasi di taman Yuen Long, sambil jualan buku,baju,alat salat dll.



Saat itu kondisi di Hong Kong masih aman dan belum banyak  BMI berjualan baju,cuma ada 2-3 orang saja yang berjualan baju,yang lengkap dengan buku dan keperluan lainnya. Ia beri nama perpustakaan itu Lentera Qolbu. Sujinah mengakui, pada waktu itu dirinya  belum bisa main internet.
Walau perpustakaan yang ia jalankan sudah berjalan lama tapi dia lebih aktif  di organisasi dan kegiatan sosial . Ia dan teman-temannya sangat bersemangat dalam kegiatan mengisi hari liburnya. Mereka pun memberanikan diri  mengadakan seminar dan pengajian.
Kegiatan lainnya, Sujinah juga mengedarkan majalah-majalah berbahasa Indonesia yang terbit di Hong Kong. Dari kegiatan ini, ia dinobatkan menjadi distributor terbesar dari Majalah Iqro dan Majalah Al- Irsyad.
Seiring berjalannya waktu, atas saran dan permintaan anaknya,  Sujinah  mulai belajar tentang internet. Setelah kenal internet, ia pun mencoba jualan online lewat Facebook. Pertama jualannya sepi,tapi ia  tidak kapok, setiap ada yang baru ia  upload ke Facebook dan lama- lama banyak teman-temannya yang berminat beli dan  akhirnya menjadi pelanggan.




Trik apa yang digunakan Sujinah dalam berjualan online? Ia mengatakan, bahwa ia hanya menjual barang yang berkualitas dengan harga terjangkau. Karena dua hal ini,  pembelinya menjadi pelanggan setia sampai sekarang.
Sujinah meneruskan usaha jualan baju ini di Indonesia meskipun dengan modal pas-pasan. Ia belum punya tenaga penjahit. Akhirnya, ia nyambi  membuat  aneka kripik dan penjualannya laris tetapi melelahkan. Karena pelanggan bajunya mulai banyak lagi, Sujinah kewalahan, ia pun harus merelakan usaha aneka kripiknya berhenti.
Sedikit demi sedikit, Sujinah memiliki stok bahan baju, seperti kain polos, kain batik, kain bermotif, dll. Sebelum ini, ia hanya membeli kain ketika ada pesanan saja.

Pelanggannya berasal dari teman-teman organisasi yang ada di Hong Kong, hingga teman-teman yang dikenalnya via Facebook.  Melihat usaha yang ditekuninya berkembang,  Sujinah  makin semangat mengajak siapa saja untuk berbisnis. Ia membantu mereka dengan senang hati, di antaranya  mengajari cara menghitung nilai uang dolar ke rupiah.
Dalam hal belajar usaha, Sujinah selalu mengingatkan teman-temannya, untuk tidak menghitung besar kecilnya pendapatan, yang terpenting ilmunya dulu. Kalau sudah pintar bisa dikembangkan sendiri apapun bentuk usahanya nanti. Kalau seseorang sudah terbiasa dan tahu bisnis, mereka tidak akan takut untuk pulang ke Tanah Airnya.



Menurut  Sujinah, orang yang sukses pasti orang-orang yang pernah gagal, karena orang yang gagal pasti orang yang belum pernah mencoba berbisnis. Ketika kita gagal,jangan kapok,teruslah maju dan mencoba usaha yang lain, bila usaha yang gagal sudah  tak mungkin dilanjutkan.

Untuk  menjadi pebisnis apapun jenisnya, harus menjaga kualitas suatu barang, karena kualitas inilah  orang akan selalu mencari dan akhirnya banyak yang akan mempromosikan  produk tanpa kita sadari. Sebagai  pedagang harus sabar,selalu mau minta maaf bila ada yang kurang puas, bertanggungjawab, dan  berani mengakui kesalahan apabila salah.


Sujinah berpesan kepada  sesama BMI yang masih bekerja di luar negeri untuk mengumpulkan modal, mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif, perbanyak teman, dan sarannya bagi mereka yang punya  bisnis online untuk tetap dilanjutkan.  Iapun menawarkan kesempatan/peluang kepada  BMI yang tidak ingin keluar modal banyak tapi ingin menjalankan usaha, bisa bergabung menjadi reseller dengan butik busana syar’i   Lentera Qolbu miliknya. Di butik ini melayani  berbagai pesanan.


PROFIL BMI PURNA ASAL BANYUWANGI

Di awal tahun 2003 , usaha yang dibangun Siti Muaropah bersama sang suami benar -benar ambruk. Suami banyak menanggung hutang dan membuatnya jarang di rumah. Lebih berat lagi suami jadi sering bolos dinas  (tidak mengajar di sekolah ), sehingga sering mendapat teguran dari pihak sekolah karena suaminya seorang PNS.
Kebangkrutan ini berawal dari usaha jual beli ikan air tawar dan mengirimkannya  ke Jawa Barat dan wilayah Jakarta. Berjualan ikan segar dengan jarak yang cukup jauh  ternyata mempunyai banyak resiko,  yaitu banyak ikan yang mati atau lemas sehingga harganya jatuh dan bisa membawa kerugian seperti yang telah dialaminya. Sebelum menjalankan usaha jual beli ikan segar ini, Siti Muaropah telah memiliki toko pakan ternak yang cukup ramai di kampungnya.
Melihat  kondisi sang suami,  pada bulan April 2003 ia memutuskan merantau ke luar negeri dengan tujuan Hong Kong.   Ia ingin  membantu beban sang suami membayar hutang-hutangnya. Saat itu anak pertamanya masih berumur 4 tahun dan anak kedua berumur 2 tahun. Dengan amat sangat terpaksa , ia menitipkan keduanya  kepada kakek  dan neneknya  juga adik –adiknya  untuk diasuh.
Setelah menunggu selama 7 bulan, tepatnya 23 November 2003  ia diberangkatkan  ke Hong Kong.  Baru 3 bulan di Hong Kong  sang suami  mengirimkan surat talak sebanyak 2 x serta memberitahukan bahwa dia sudah menikah lagi.Hanya kehancuran hati yang ia rasakan saat itu. 
Ternyata, ujian dari Allah  belum berakhir.  Setelah masa potong gaji (7 bulan) habis, Siti Muaropah diterminate.   Ia pun harus menunggu di China selama 2 bulan untuk bisa ganti majikan baru.  Setelah proses itu selesai,  ia bekerja di majikan yang baru, tepatnya di daerah Taipo. Ia mendapatkan majikan yang baik.
Ia mendapat hak libur dan digunakannya   untuk beribadah  di  Masjid Tsim Sha Tsui. Sayangnya di majikan ini cuma berlangsung 4 tahun . Alasan majikan tidak punya uang untuk membayar long service (bonus). Mau tidak mau ia mencari majikan baru dan mendapatkan di daerah Prince Edward. Di sini ia bekerja  selama 3 tahun  karena  orang tua yang dijaganya dimasukkan   ke panti jompo. Selama di majikan ini pun , disaat  libur ia  cuma berkutat di Masjid Thim Sha Tsui.
Setelah tidak bekerja di majikan ini,  Siti Muaropah  bercerita kalau ia mendapatkan  majikan yang super baik di daerah sekitar Mongkok.  Ia didorong untuk ikut banyak kegiatan saat libur. Selain ke masjid ia ikut kegiatan kursus baking di CRC dan ikut kegiatan kursus yang diadakan oleh KJRI. Selama di Hong Kong uang hasil kerja, selain ia gunakan untuk membiayai sekolah anak- anaknya,  sebagiannya lagi  ia  tabung di bank atas namanya sendiri.
Setiap masa kontrak kerja berakhir, para BMI bisa mengambil cuti pulang termasuk Siti Muaropah.  Ia gunakan  waktu tersebut untuk bertemu dengan keluarganya juga  mengurus perceraian dengan suaminya  yang  sudah menikah lagi.  Sejak saat itu bergantilah statusnya  menjadi orang tua tunggal (single parent).Kembali ke rumah majikan, ia mulai mempersiapkan segala hal untuk bekal kelak pulang  ke Tanah Air. Ia berharap bisa memulai  dan memiliki usaha yang mandiri.
Untuk mewujudkan keinginan itu, Siti Muaropah mengikuti kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan  hobinya, yaitu memasak. Ia berkomitmen kepada diri sendiri untuk  tidak menghambur- hamburkan uang hanya untuk membeli barang-barang  yang  menurutnya tidak bermanfaat. Ia juga tidak  pernah tertarik untuk ikut investasi apapun seperti  yang sering ditawarkan ke para BMI. Dalam pemikirannya, daripada  investasi ke sesuatu yang tidak jelas lebih baik ditabung untuk bekal modal usaha ketika kembali ke kampung.
Akhir Agustus 2015 , Siti Muaropah  memutuskan untuk kembali ke Tanah Air dan awal tahun 2016 ia menikah  lagi dengan seorang lelaki yang 11 tahun usianya lebih tua darinya.  Diawal keberadaannya di kampung halaman, ia  membuka usaha kuliner,  dengan membuat rempeyek dan jajanan  lalu dititipkan ke warung dan toko kecil yang ada di sekitar rumahnya . Namun hasilnya kurang memuaskan, sementara anak pertamanya sudah  masuk PTN di Malang dan yang kedua masuk SMK. Keduanya membutuhkan biaya cukup besar.Bila mengandalkan uang tabungan saja, lama-lama akan habis. Itu yang dipikirkan oleh Siti Muaropah. Ia pun berpikir mencari solusi.
Awal bulan Mei ia bersama sang suami memulai usaha membuka loket  PPOB (Paymen Point Online Bank Pusat), loket  pembayaran  online  yang terhubung dengan bank . PPOB yang digelutinya bekerjasama dengan Bank Bukopin.  Di  PPOB ini ia melayani pembayaran  listrik pasca bayar, pembelian token listrik, PDAM dan TV prabayar. Selain itu juga buka warnet serta memulai menyalurkan hobinya membuat minuman herbal. Pertama-tama ia membuat minuman tersebut dan diuji cobakan kepada orang-orang yang datang ke warnet dan tetangga sekitar. Mereka bilang enak dan ia mencoba  memasak lagi lalu dikemas dan dijual.  Minuman herbal itu diterima di pasaran.  Karena produknya diterima oleh masyarakat, pada  awal  September ia  mengajukan ijin PIRT ke Dinas Kesehatan dan bulan Desember 2016 disurvei  lalu mendapat  nomor  ijin sementara. Untuk menambah pengetahuannya,  pada bulan April 2017 lalu Siti Muaropah  mengikuti pembekalan dan pelatihan tentang pangolahan pangan dari BPOM Surabaya bersama Dinkes yang diadakan di Banyuwangi.  Saat itulah  produk herbalnya  resmi mendapat ijin PIRT. Setelah PIRT  keluar, ia mengajukan sertifikat halal dari MUI, dan  tanggal 15 Agustus 2017 sudah  diaudit, tinggal menunggu keluarnya sertifikat halalnya. Semua gratis tidak dipungut biaya.
Sebenarnya kita tidak perlu takut untuk pulang ke kampung halaman. Banyak  yang bisa kita lakukan. Kita bisa memulai usaha dengan modal kecil. Seperti herbal saya, modal awal cuma 250 ribu dan peralatan yang dipakai juga peralatan rumah tangga yang biasa dipakai memasak sendiri. Jangan pernah takut untuk gagal. Dan harus punya niat yang kuat. Hilangkan bayang-bayang takut kembali ke Tanah Air nanti mau kerja apa”, pesan siti  Muaropah yang dititipkan kepada kru Berita Indonesia.
“Banyak yang bisa kita lakukan. Banyak usaha yang bisa kita kerjakan,  misalnya memulai usaha berdasarkan hobi. Hobi handcrasft bisa dikembangkan. Yang bisa membatik, menjahit , memasak bahkan  sekedar reseller produk pun bisa menghasilkan uang. Harus siap mendapat uang sedikit dari sewaktu bekerja di Hong Kong. Harus sabar dan telaten bila usahanya ingin berkembang. Selama di perantauan pergunakan waktu untuk belajar apa saja  dan terapkan ketika kembali ke kampung halaman. Semoga teman-teman yang masih di Hong Kong , segera menyusul pulang ke kampung halaman masing-masing  dan menjadi majikan bagi diri sendiri. Bagi yang ingin menjadi reseller produk  “Segar Alami” punya saya bisa menghubungi saya atau silahkan berkunjung ke  Jl. Wr supratman rt 01/06 Dusun Krajan  Desa Tembokrejo Muncar Banyuwangi’, imbuh Siti Muaropah.

Selain herbal,  ia juga  membuat manisan tomat rasa kurma serta dodol biji tomat (sisa proses mat sakur) hanya berdasarkan pesanan saja.  Mat Sakur  singkatan dari Manisan Tomat Rasa Kurma. Juga mengemas kripik talas dn pisang dari produk UKM lainnya.

Coklat Kulo Cap Rizky, Usaha Kuliner Oleh-Oleh Dari Hong Kong

Dengan mempersiapkan modal usaha dan ilmu yang didapatnya selama di Hong Kong, Siti Markamah memutuskan pulang ke Indonesia. Tentu saja dibarengi dengan niat tidak kembali ke negara tersebut. Keputusan ini diambilnya pada 2010 lalu, setelah ia bekerja menjadi BMI selama 12 tahun.
Siti Markamah adalah BMI Purna yang  berasal dari Desa Metesih Rt.13 Rw. 04 Kec Jiwan Madiun Jatim. Berangkat ke Hong Kong pada tahun 1998 dengan tujuan memperbaiki ekonomi keluarga.
Sekembalinya ke rumah, ia membuka usaha  toko klontong dan olahan  aneka  coklat.  Untuk toko klontong  dimulai pada 2014, dan  pada tahun  2016 lalu, Siti Markamah membuka usaha olahan aneka coklatnya tersebut. Usaha kuliner ini sudah direncanakan selama ia masih di Hong Kong, karena saat itu majikannya memiliki usaha makanan (Warung). Kesempatan itu tidak disia-siakannya. Ia bekerja sambil belajar memahami bagaimana dan apa saja yang perlu disiapkan sebelum membuka usaha kuliner.
Sebenarnya sebelum merambah dua jenis usaha itu, Siti Markamah berjualan pulsa dan bensin. Lama-lama, ia menambah dagangannya sedikit demi sedikit dan akhirnya ia pun memiliki sebuah toko klontong. Bersamaan dengan itu pula, ia  ikut organisasi di kampung, yang menjembataninya untuk belajar menjadi wanita yang bisa membantu meningkatkan penghasilan suami.
Ia ikut Kelompok Wanita Tani (KWT). Kelompok Wanita Tani  (KWT) itu adalah kegiatan desa, diperuntukkan buat masyarakat umum dan di setiap desa pasti ada. Salah satu kegiatan di KWT  adalah pelatihan olahan pangan dari Dinkes Disperindag, Dep. Pertanian,secara gratis.
Dari organisasi inilah, Siti Markamah mencoba membuka usaha baru, yaitu olahan pangan. Ia  memilih membuat jajanan dari coklat, seperti: coklat kacang, coklat lolipop, coklat mars mellow yang saat ini dalam masa perkembangan.  Ia menamakan usaha barunya ini  “Coklat Kulo cap Rizky” yang sudah  memiliki izin dari Dinkes. 
Ternyata, bergabung dalam sebuah komunitas  itu sangat penting, apalagi bagi BMI yang baru pulang dari rantau. Di komunitas tersebut, seorang BMI bisa bersinanggungan dengan banyak orang. Dan dari mereka  akan mendapat banyak informasi yang bermanfaat.
Dalam menjalankan usaha barunya ini, Siti Markamah pun menemukan banyak kendala. Selain sepinya pembeli, kadang penawarannya  kepada konsumen mendapat penolakan, tapi ia tetep bertahan dan bertekad jangan sampai menyerah. Yang ia lakukan adalah  belajar  memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan, belajar membaca kemauan konsumen juga apa yang dibutuhkan konsumen.  Sangat penting bagi seseorang terlepas apapun status sosialnya, memiliki skill sebelum membuka usaha. Karena skill tersebut adalah salah satu ujung tombak kesuksesan.
Apa yang sudah dijalaninya, baik  dulu ketika  di rantau maupun sekarang setelah di Tanah Air, semakin menambah pengalaman dan wawasan Siti Markamah.  Ketika di Hong Kong, ia gunakan waktu liburnya untuk melakukan aktivitas yang positif dan produktif. Salah satunya, ia bergabung dengan sebuah organisasi pengembangan diri, Yaitu LSO (Lentera Sukses Organisasi).  Organisasi BMI yang bergerak dibidang pendidikan karakter dengan cara menggelar event-event yang mengundang pembicara-pembicara handal papan atas dari Indonesia. Pembentukan karakter memang diperlukan untuk siapa saja termasuk BMI, karena keberadaan mereka di luar negeri bukan saja sebagai tenaga kerja asing, tetapi juga sebagai duta bangsa.  Selain itu pendidikan karakter  akan membentuk kuatnya mental seseorang dalam menghadapi permasalahan.
Dari pengalaman tersebut, Siti Markamah berpesan untuk sesama BMI yang masih bekerja di luar negeri khususnya Hong Kong, untuk  mengumpulkan modal sebaik mungkin, mengambil ilmu apapun yang baik  untuk bekal di negeri sendiri,  agar bisa menjadi wanita yang tangguh di tengah-tengah keluarga sendiri khususnya.



Bullying, Budaya Baru Di Kalangan BMI

“Saya lahir dari keluarga yang bahagia dan lingkungan yang sangat sehat sekali. Tidak pernah saya mendengar, orang tua, saudara-saudara maupun tetangga melakukan bully tapi ketika saya ikut keluarga pindahan, saya malah jadi korban bully. Dibully sama tetangga yang kaya raya tapi mulutnya gak berpendidikan. Mereka kalau ngomong ngak ngaca ke diri mereka sendiri. Sewaktu kecil dihina hina dengan bahasa verbal yang kasar. Dikata-katai, ngak bisa lulus sekolah SMP, nikah sama tukang becak, embret ke Jakarta karena putus sekolah dan lain sebagainya. Di sekolah saya juga mengalaminya, entahlah mungkin teman-teman sekolah merasa bully itu adalah lelucon yang mengasyikan. Iiihh belum tentu kalau kamu jadi saya yang jadi korban bully, masih bisa hidup sampai sekarang. Coba kalau masalah hidup kalian, baik masalah ekonomi atau penghasilan, mungkin juga masalah keluarga dan rumah tangga kalian jadi bahan ledekan. Masih bisakah bilang itu wajar? Efek bully itu bisa bikin stres tau! Bahkan efek dari bully itu membuat saya berpikir, saya tidak ingin menikah terlebih dahulu sebelum saya bisa membantu orang tua dalam hal nafkah. Saya belum ingin menikah dulu sebelum saya menyelesaikan pendidikan saya. Saya khawatir kalau menikah belum dalam keadaan mapan, ketika punya anak saya khawatir anak-anak saya akan di bully juga oleh kalian semua! Begitu saja saya masih dapat bully juga. Kira-kira bunyinya seperti ini:
" Sudah dewasa, yang lain anaknya sudah gede sudah mau sekolah, ini belum nikah juga karena gak laku, malah gak ada temen cowok yang main ke rumah satupun, yang nampak jalan bareng”.
" Wah kerja di luar negeri terus duitnya buat kasur,atau mau jadi gubernur ya disana ?”
 “Ngapain sekolah, sudah tua saja masih sekolah”.

 “Lalu kapan kalian akan berhenti membully, apa nunggu yang dibully atau kamu sendiri mati duluan!”…….


Sebuah status yang ditulis oleh seorang rekan saya  di akun facebooknya. Ia  saat ini bekerja menjadi BMI di Hong Kong, meluahkan kekesalan yang selama ini  dirasakannya akibat sebuah pembully-an.  Sakit hati, sedih, kecewa, marah, dan perasaan lainnya bercampur aduk jadi satu.
Bullying  berasal dari Bahasa Inggris yang artinya adalah penindasan.   Bisa meliputi tindakan menghina mencaci dengan upaya mengintimidasi seseorang. Dan bullying ini biasanya dilakukan dengan kesadaran penuh. Bagaimana ia berupaya menjatuhkan seseorang  dengan penekanan-penekanan. Bullying adalah hasrat untuk menyakiti!
Mengatakan hal tidak menyenangkan atau memanggil dengan julukan buruk, mengabaikan atau mengucilkan  dengan tujuan tertentu, memukul, menendang, menjegal,menyakiti secara fisik, mengatakan kebohongan atau gunjingan keliru mengenal seseorang adalah hal-hal yang sudah masuk ranah bullying, dan ini dilakukan berulang kali.
Bagaimana kita bisa tahu awal terjadinya bullying? Kasak- kusuk atau gossip  merupakan perilaku awal yang dilakukan pelaku bully dan ini adalah hal yang paling mudah dilakukan. Bullying bisa terjadi dimana saja, kapan saja , terhadap siapa saja termasuk kalangan BMI, dan ini adalah fakta !
Hampir setiap hari, saya melihat suguhan dari mereka yang saling membully di media sosial (medsos).  Pemicunya pun bermacam-macam. Dari masalah politik, keyakinan, pekerjaan,cara berbusana, mengisi waktu libur, dll. Akhir dari drama bully-membully ini terputuslah  pertemanan di antara mereka, dan langkah selanjutnya adalah  saling memblokir akun masing-masing. Sungguh sangat disayangkan.
Adakah manfaat dari saling membully ? Pertanyaan ini sering mengganggu pikiran saya sebagai seseorang yang pernah menjalani hidup sebagai BMI. Dimana  saya dan mereka datang dari negara yang sama, negara tujuan yang sama, niat yang sama pula untuk menjemput rezeki, bahkan terkadang dalam komunitas yang sama. Hubungan baik hancur karena bully. Hidup jadi terkotak-kotak.
Jangan berkumpul dengan si A. Jangan berteman dengan si B. Jangan belajar dengan si C, dan seterusnya. Semua saling berlomba untuk terlihat paling menonjol, paling pintar, paling banyak pendukungnya, paling wah dan paling lainnya. Bangga apabila ranting like-nya banyak.  Senang melihat komentatornya hingga ratusan bahkan ribuan. Ironis!   
Hal semacam ini, dulu ketika saya masih ada di antara mereka hampir tidak ada acara bully membully . Setiap berbedaan diselesaikan dengan penuh kekeluargaan. Saling memaafkan dan menjaga kerukunan.  Beda dengan kondisi sekarang ini, sedikit-sedikit meluncurkan aksi bully. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini. Keprihatinan ini membuat saya mencari info sebanyak-banyaknya keburukan dibalik bulyying, di antaranya :

·         Bullying bertujuan  untuk mempermainkan aib/kekurangan seseorang dihadapan publik.
·         Menjadi pemicu timbulnya masalah.
·         Sebagai bentuk keangkuhan pelaku kepada dirinya sendiri.
·         Dan munculnya bullying  itu dari hati yang penuh dengan unsur-unsur keburukan.

Apakah kita adalah pribadi yang demikian? Mempermainkan perasaan orang, pemicu masalah,pribadi yang angkuh? Bukankah kedatangan kita untuk bekerja? Memperbaiki ekonomi keluarga, mencari modal usaha, mencari pengalaman?
Kalau saya cermati hal-hal  yang dijadikan bahan bully-an teman-teman  sesama BMI,sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan mereka di sana. Dan juga tidak ada sangkut pautnya dengan kelangsungan hidup mereka setelah pulang ke Tanah Air.  Tidak membuat penghasilan bertambah, tidak menumbuhkan kedewasaan, tidak menciptakan kerukunan. Yang justru ada adalah bertambahnya kebencian, timbulnya permusuhan, saling curiga-mencurigai, berkurangnya kestabilan emosi, berkurangnya konsentrasi dalam bekerja, bahkan kita bisa menjadi seorang pembunuh! Ya, membunuh karakter  juga membunuh kehidupan seseorang. Bullying itu kejam!
Sekembalinya ke Tanah Air, kita pun tidak mendapatkan apa-apa dari bullying. Karena kita akan ditarik kepada permasalahan kebutuhan hidup. Bagaimana dapur tetap mengepul, bagaimana anak tetap sekolah, bagaimana usaha tetap jalan dan berkembang dan lain sebagainya. Tidak ada celah waktu memikirkan lainnya. Jangankan membully, membuka akun facebook pun sudah tidak ada waktu. Kalau pun ada waktu, rasa malas lebih sering menghinggapi.
Yang dibutuhkan di Tanah Air bukanlah  pandai atau hebatnya kita dalam membully, dimana karena bully-an  tersebut kehidupan seseorang jadi hancur berantakan bahkan sampai kehilangan nyawa. Sahabat, mari kita luangkan waktu melongok ke dalam diri. Agar kita tidak terperosok semakin jauh ke hal-hal yang merugikan  diri sendiri dan orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kita harus pandai mengelola emosi bukan?



Kamis, 31 Agustus 2017

PROFIL BMI PURNA KOREA SELATAN


Mengambil keputusan,bukanlah hal mudah,apalagi keputusan bekerja ke luar negeri. Hal ini pasti pernah dirasakan oleh sebagian banyak BMI dimanapun  negara tujuannya. Bekerja ke luar negeri merupakan keputusan besar yang mengandung banyak konsekuensi, di antaranya : jauh dari keluarga, mendapatkan siksaan/tekanan, ditipu, mengalami gangguan kesehatan/kecelakaan dll.
Hal ini dialami oleh Nur Hidayat, seorang BMI Purna Korea Selatan yang  lahir di Malang pada  1974 lalu. Selama 3 tahun ia baru bisa mengambil keputusan untuk merantau, setelah roda ekonomi keluarga mengalami kemunduran akibat krisis moneter   yang terjadi pada tahun 1997. Krisis yang melanda usaha sang istri mengakibatkan turunnya pendapatan  hingga 50 %. Padahal dari usaha ini, roda ekonomi keluarga ditopang.
Akhirnya, sang istri memberi ijin kepada Nur Hidayat  untuk merantau mengikuti jejak anggota keluarganya yang terlebih dahulu bekerja menjadi BMI termasuk ibunya. Tidak dipungkiri, bahwa sebelum terjadinya krisis moneter, ia punya angan-angan bekerja ke luar negeri, dan yang menjadi tujuannya adalah Arab Saudi kala itu. Tapi akhirnya Korea Selatan yang menjadi pilihannya.
Ia berangkat  pada  tahun 2000 lalu,  dan  bekerja di negara itu selama 5 tahun. Menggunakan prosedur G to G dengan menghabiskan biaya 35 juta saat itu. Seperti kisah-kisah BMI lainnya, ia pun harus menjalani serangkaian pembelajaran di PT yang salah satunya adalah bahasa. Namun sayangnya, apa yang ia pelajari di PT tidak sesuai dengan yang ada di lapangan (baca :tempat kerja). Mungkin Anda pun pernah mengalaminya. Karena ketidaksesuaian ini, biasanya menimbulkan masalah di tempat kerja. Saat-saat seperti inilah, seorang BMI dituntut keberaniannya untuk keluar dari zona nyaman yang namanya malas. Mau tidak mau, mereka harus bisa menemukan solusi demi keberlangsungan masa kerja bila tidak ingin diberhentikan.
Sebelum bekerja menjadi BMI, Nur Hidayat sudah bekerja di UPDT ( Unit Pelaksana  Teknis Dinas) sejak 1991 daerahnya, dimana masa pengangkatan jabatan 5 tahun dan itu  sudah dilaluinya, tapi akhirnya ia memilih resign. Pilihan menjadi BMI dirasakannya lebih menarik, karena gajinya yang besar. Proses yang dibutuhkannya untuk bisa bekerja ke Korea Selatan 3 bulan.
Apa yang Nur Hidayat lakukan selama di rantau? Ketika mendapat libur dan itu pun jarang,ia gunakan kesempatan itu  berkumpul dengan sesama BMI di sebuah komunitas muslim.  Komunitas tersebut menjadi wadah/sarana menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi BMI di sana, misalnya ada kasus kriminalitas dengan sesama tenaga kerja asing. Biasanya masalah pekerjaan dan perempuan, karena saat itu,peraturan  PT di Indonesia yang menentukan dengan siapa seorang BMI akan bekerja. Ketika di sana mereka  tahu, bahwa di tempat lain ternyata bisa mendapatkan gaji yang lebih besar. Faktor ini seringkali menggoda mereka untuk pindah kerja padahal masa kontrak dengan bos pertama belum habis. Alhasil, mereka berstatus kaburan. Di tempat kerja yang baru, kadang mereka bentrok masalah pekerjaan dengan tenaga kerja asing dari negara lain.  Di sinilah manfaat yang dirasakan dalam berkomunitas.
Selain kendala bahasa, Nur Hidayat juga mengalami beban batin yang sangat menganggunya saat awal kerja,  yaitu  tidak mendapat ijin salat, karena  sang bos belum tahu/paham kewajiban seorang muslim. Tidak seperti sekarang, organisasi-organisasi Islam sudah banyak bermunculan di sana seiring bertambahnya pemahaman masyarakat Korea Selatan tentang kewajiban seorang muslim.
Nur Hidayat bekerja selama 5 tahun  lalu memutuskan untuk pulang . Pulang dari rantau bagi seorang BMI adalah hal yang menyenangkan tapi juga terselip banyak kekhawatiran. Menyenangkan karena bisa berkumpul kembali dengan keluarga, terlepas dari beban kerja tetapi khawatir karena belum tahu harus melakukan apa (baca : membuka usaha/bekeja).  Fenomena ini menjadi masalah  utama bagi  sebagian besar BMI termasuk Nur Hidayat. Oleh karena itu, jauh-jauh hari sebelum masa kerjanya habis, ia selalu mengkomunikasikan hal ini kepada sang istri.  
Selain dengan istri, Nur Hidayat juga berdiskusi dengan teman-temannya sesama BMI disana, dan salah satunya adalah rencana mendirikan sebuah lembaga  kursus  dan pelatihan (LKP) yang kemudian  hari diberinya nama HanKook Education  Malang bekerjasama dengan  Dinas Pendidikan.  Mengambil bidang pelatihan bahasa Korea dan bahasa Inggris juga menyediakan program pelatihan las dan percetakan  serta pelatihan seni bela diri  Garuda Putih. LKP ini berdiri pada tahun 2010 lalu.  Beralamatkan  di   Jl Ahmad Yani No. 01 Gondanglegi  Kulon Malang.
Yang menjadi visi  adalah merealisasikan visi dan misi yang dicanangkan  oleh Direktorat Jenderal Pendidikan  Non Formal  dan Informal, yaitu  Menuju Masyarakat  Pembelajar  Sepanjang  Hayat Dalam Kemajemukan tatanan masyarakat  secara umum. Dan beberapa hal yang menjadi misi LKP Hankook Education Malang, di antaranya : meningkatkan  mutu dan relevansi  penyelenggaraan  kursus dan pelatihan  untuk mengoptimalkan  kompetensi  kerja dan kewirausahaan  serta  pengembangan  kepribadian  yang berakhlak mulia. Ketika berbincang masalah kendala menjalankan lembaga ini,Nur Hidayat mengatakan bahwa, anak-anak muda sekarang sulit pengarahannya.
Di masa mendatang, Nur Hidayat ingin mengembangan dunia pertanian dimana hal itu menjadi impian terbesarnya. Setelah belajar banyak hal selama di Korea Selatan tentang sistem pertanian disana, ia bercita-cita menerapkan ilmu tersebut di daerahnya. Selain itu juga mengembangkan program kewirausahaan bekerjasama dengan para pelaku UKM, mengingat peluang di Indonesia sangat banyak.

Diakhir pembicaraan,Nur Hidayat menitipkan pesan kepada BMI  yang masih di rantau untuk mengatisipasi pergaulan. Apalagi tehnologi semakin canggih yang memudahkan mereka berkomunikasi (baca : bersosialisasi). Jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang justru membawa petaka apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Dengan adanya uang,gadget, kebebasan karena jauh dari keluarga, kadang membuat mereka lupa diri. Baiknya mengikuti kegiatan-kegiatan positif dan membangun. Karena  BMI itu sendiri yang akan merasakan manfaatnya. Baik selama ada di rantau maupun setelah pulang ke Tanah Air.